Mengapa Tubuh Terasa Emosional Setelah Lari Jauh? Ini Jawaban Ilmiahnya
5 mins read

Mengapa Tubuh Terasa Emosional Setelah Lari Jauh? Ini Jawaban Ilmiahnya

Pernahkah kamu merasa ingin menangis setelah berlari jauh? Atau tiba-tiba merasa sangat bahagia, damai, atau bahkan sedih saat menyelesaikan sesi jogging panjang? Jika pernah, kamu tidak sendirian. Banyak pelari—baik pemula maupun yang sudah berpengalaman—mengaku mengalami lonjakan emosi tak terduga setelah lari jarak jauh. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini normal? Apakah tubuh dan pikiran sedang memberi sinyal tertentu?

Ternyata, ada penjelasan ilmiah dan psikologis di balik fenomena ini. Dan bukan, kamu tidak “lebay”—tubuhmu memang sedang melakukan sesuatu yang luar biasa.

1. Lari dan ‘Emotional Release’: Pelepasan Emosi yang Tertahan

Istilah “emotional release” sering muncul dalam terapi psikologi, yoga, atau latihan intens. Ini adalah kondisi ketika emosi-emosi yang lama tersimpan di tubuh—tanpa disadari—akhirnya keluar. Lari jarak jauh memicu ini karena tubuh berada dalam kondisi fokus tinggi, bebas gangguan, dan mulai “mengendapkan” stres yang selama ini tak sempat ditangani.

Saat kita berlari, terutama dalam waktu yang lama, pikiran bawah sadar mulai “mengobrol” lebih aktif dibandingkan saat kita sibuk dengan gadget atau rutinitas. Ini memicu momen refleksi mendalam—dan bisa membuka luka-luka emosional yang tersembunyi.

2. Endorfin dan Dopamin: Hormon Bahagia yang Bisa Bikin Menangis

Kamu mungkin pernah dengar soal “runner’s high”—yaitu kondisi euforia atau rasa bahagia berlebih setelah lari cukup jauh. Ini bukan mitos. Tubuhmu memang melepaskan endorfin dan dopamin, dua hormon kebahagiaan.

Yang menarik, pelepasan hormon ini tidak hanya menyebabkan bahagia, tapi juga mencairkan perasaan emosional yang selama ini tertahan. Endorfin bekerja seperti morfin alami—membuatmu rileks, damai, dan bisa menangis… tapi bukan karena sedih, justru karena kelegaan.

Bayangkan tubuhmu seperti gelas yang penuh tekanan emosional. Saat kamu lari jauh, gelas itu mulai tumpah. Dan kadang, tumpahnya lewat air mata atau rasa sentimental.

3. Perubahan Ritme Pernapasan dan Detak Jantung yang Bikin Pikiran Lebih “Terbuka”

Selama lari, sistem pernapasan dan jantungmu mengalami ritme yang berbeda dari biasanya. Ini berdampak pada sistem saraf pusat, terutama bagian otak yang mengatur emosi dan memori.

Kondisi ini mirip dengan meditasi aktif. Ketika kita berlari dalam keheningan atau di alam terbuka, pikiran jadi lebih terbuka dan reflektif. Inilah kenapa banyak orang mendapat “insight” atau momen epifani saat berlari.

4. Latihan Berat = Pelepasan Trauma Mikro

Beberapa studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik intens bisa membantu memproses trauma emosional mikro, terutama yang tersimpan dalam sistem saraf otonom. Gerakan ritmik seperti lari dianggap menstimulasi bagian hipokampus dan amigdala, yaitu pusat pengatur emosi dan kenangan di otak.

Itulah mengapa, seseorang bisa tiba-tiba mengingat momen masa kecil, peristiwa menyedihkan, atau justru perasaan cinta yang mendalam setelah berlari jauh. Seolah tubuh “memutar kaset lama” yang selama ini terkubur dalam diam.

5. Kamu Sedang Berjuang Melawan Diri Sendiri

Lari jauh bukan cuma soal fisik. Itu adalah pertarungan psikologis melawan kelelahan, keraguan, dan rasa ingin menyerah. Ketika kamu berhasil melewati batas itu—entah di kilometer ke-5, ke-10, atau ke-21—ada semacam perayaan internal. Tubuhmu mungkin berkata, “Aku berhasil… meskipun berat.”

Perasaan ini bisa memunculkan emosi mendalam, apalagi jika lari tersebut punya makna personal: kamu melakukannya setelah masa sulit, sebagai bentuk pemulihan, atau untuk membuktikan sesuatu ke dirimu sendiri.

6. Lari dan Proses Katarsis

Dalam psikologi, katarsis adalah pelepasan emosi yang membawa kelegaan. Lari, secara tidak langsung, menyediakan wadah untuk itu. Gerakan ritmis, detak jantung tinggi, dan kesunyian mental menciptakan kondisi ideal untuk katarsis terjadi.

Banyak pelari menyebut bahwa setelah menangis atau merasa emosional pasca-lari, mereka merasa jauh lebih ringan dan tenang. Seperti habis “dibersihkan dari dalam”.

7. Bagaimana Menghadapinya? Biarkan Saja

Kalau kamu pernah atau sering merasa emosional setelah lari jauh—jangan malu. Itu sangat wajar dan sehat. Jangan tahan air mata atau rasa sentimental itu. Justru, pelari jarak jauh yang memahami proses ini cenderung lebih kuat secara mental.

Berikut beberapa tips:

  • Setelah lari, ambil waktu untuk refleksi. Duduk diam, tarik napas panjang, dan nikmati prosesnya.
  • Jangan langsung sibuk buka HP atau balik ke rutinitas. Biarkan tubuh “mencerna” emosinya.
  • Kalau perlu, tulis jurnal tentang apa yang kamu rasakan setelah lari.
  • Lakukan lari jarak jauh secara rutin sebagai bentuk perawatan mental, bukan hanya fisik.

Lari Bukan Sekadar Olahraga, Tapi Perjalanan Emosional

Jadi, kalau kamu pernah merasa ingin menangis setelah lari jauh, itu bukan kelemahan—justru kekuatan. Tubuhmu sedang membantumu melepaskan beban emosional yang selama ini tersembunyi.

Lari jarak jauh ternyata bukan cuma aktivitas pembakar kalori, tapi juga ritual penyembuhan, ruang meditasi, dan pembersih batin. Biarkan tubuhmu menangis jika ia perlu. Karena dalam setiap langkah lari, ada versi dirimu yang sedang diselamatkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *